Batamramah.com - Sebentar lagi, umat Islam yang tengah
menjalani ibadah puasa Ramadhan 1446 Hijriah akan memasuki 10 hari terakhir.
Ini menandakan bahwa Hari Raya Idul Fitri semakin dekat, sebuah momen yang
selalu dinantikan dengan penuh kebahagiaan. Lebaran sering dianggap sebagai
hari kemenangan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa.
Di pagi hari, umat Muslim berbondong-bondong keluar rumah
untuk melaksanakan shalat Id, baik pada Idul Fitri maupun Idul Adha, yang
hukumnya sunnah muakkadah. Namun, dalam pelaksanaannya, ada yang
memilih menunaikan shalat Id di lapangan terbuka, sementara sebagian lainnya
lebih memilih masjid sebagai tempat ibadah.
Lantas, manakah yang lebih utama untuk pelaksanaan shalat
Id? Apakah lebih baik di lapangan atau di dalam masjid? Untuk memahami hal ini
lebih dalam, berikut penjelasannya berdasarkan berbagai sumber, termasuk
Nu online.
Lebih baik mana, shalat Id di masjid atau di lapangan?
Dalam menentukan tempat terbaik untuk melaksanakan shalat
Id, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, prinsip utamanya adalah memilih lokasi
yang dapat menampung lebih banyak jamaah.
Jika luas masjid dan lapangan di suatu daerah sama besarnya,
maka shalat di masjid lebih dianjurkan. Keutamaan shalat Id di masjid terletak
pada adanya tambahan pahala iktikaf bagi orang-orang yang berdiam diri di
dalamnya.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fiqh
al-Manhaji ‘ala Madzhabil Imam asy-Syafi‘i karya Musthafa al-Khan, Musthafa
al-Bugha, dan ‘Ali asy-Asyarbaji (juz I, hlm. 225).
Imam Syafi’i menjelaskan:
أَنَّهُ إِذَا كاَنَ مَسْجِدُ البَلَدِ وَاسِعاً صَلُّوْا فِيْهِ
وَلاَ يَخْرُجُوْنَ.... فَإِذَا حَصَلَ ذَالِكَ فَالمَسْجِدُ أَفْضَلُ
Artinya: "Jika masjid di suatu daerah luas (cukup
menampung jamaah), maka shalatlah di masjid dan tidak perlu keluar... karena
shalat di masjid lebih utama."
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari (jilid 5,
hlm. 283) menyimpulkan bahwa alasan utama dalam menentukan lokasi shalat Id
adalah sejauh mana tempat tersebut mampu menampung jamaah dengan baik.
Sebaliknya, jika kapasitas masjid tidak cukup untuk
menampung jamaah yang hadir, maka shalat di lapangan lebih dianjurkan. Hal ini
sejalan dengan kebiasaan Rasulullah SAW yang menunaikan shalat Id di tanah
lapang. Dalam sebuah hadis, Abu Said al-Khudri meriwayatkan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ
وَ اْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى. فَأَوَّلُ شَيْئٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَة، ثُمَّ
يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ، وَ النَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ،
فَيَعِظُهُمْ وَ يُوْصِيْهِمْ وَ يَأْمُرُهُمْ. فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ
بَعْثًا قَطَعَهُ، أَوْ يَأْمُرُ بِشَيْئٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
Artinya: “Rasulullah SAW biasa keluar menuju mushalla (tanah
lapang/lapangan) pada hari Idul Fitri dan Adha. Hal pertama yang beliau lakukan
adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia yang sedang duduk di
shaf-shaf mereka. Lantas beliau memberi nasihat, wasiat, dan perintah. Jika
beliau ingin mengutus satu utusan maka beliau memutuskannya. Atau bila beliau
ingin memerintahkan sesuatu maka beliau memerintahkannya dan kemudian
berpaling....” (HR. Bukhari, Muslim, dan Nasa’i).
Pada masa Rasulullah, masjid yang tersedia tidak sebesar
Masjid Nabawi yang kita kenal saat ini. Oleh karena itu, tanah lapang dipilih
sebagai lokasi shalat Id karena dapat menampung lebih banyak jamaah.
Bahkan, Rasulullah menganjurkan seluruh umat Islam untuk
keluar rumah menghadiri shalat Id, termasuk perempuan yang sedang haid,
meskipun mereka tidak ikut shalat, melainkan mengambil tempat tersendiri. Hal
ini disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari Nomor 928.
Dengan demikian, jika masjid di suatu daerah memiliki
kapasitas yang cukup luas untuk menampung jamaah, maka shalat di masjid lebih
utama. Namun, jika masjid tidak dapat menampung seluruh jamaah, maka shalat di
lapangan lebih dianjurkan agar lebih banyak umat Islam bisa berkumpul dan
merayakan hari besar ini bersama.
Sumber: Antaranews.com