Batamramah.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan
Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristiyanto
didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta
kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan
pada rentang waktu 2019-2020.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Wawan Yunarwanto mengungkapkan Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu
mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon
Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas
nama Anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada tersangka Harun
Masiku.
"Perbuatan melawan hukum dilakukan terdakwa
bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun
Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku," ujar JPU dalam sidang pembacaan
dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Selain memberi suap, Hasto juga didakwa menghalangi atau
merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai
tersangka pada rentang waktu 2019-2024, dengan cara memerintahkan Harun,
melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik
Harun ke dalam air.
Perintah diberikan setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK
terhadap Wahyu. Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk
menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik
KPK.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam
Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan
ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat
(1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
JPU menceritakan kasus tersebut bermula saat sebelum
pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, KPU mendapatkan informasi bahwa Calon
Legislator DPR dari PDI Perjuangan Dapil Sumsel I bernama Nazarudin Kiemas
telah meninggal dunia pada 26 Maret 2019.
Menindaklanjuti informasi tersebut, KPU mengirimkan surat
kepada DPP PDI Perjuangan dan DPP membenarkan informasi tersebut melalui surat
tertanggal 11 April 2019.
Selanjutnya, KPU melaksanakan pemungutan suara ulang dengan
Riezky Aprilia, yang memperoleh suara terbanyak, yakni 44.402 suara sah,
sementara Harun Masiku hanya mendapat 5.878 suara.
Hasto pun memanggil Donny dan Saeful untuk menyampaikan
perintah agar Harun dibantu menjadi anggota DPR karena sudah menjadi keputusan
Partai.
Pada 5 Agustus 2019, DPP PDI Perjuangan juga mengirim surat
kepada KPU perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Nomor
57P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019 yang pada pokoknya meminta perolehan suara
dari calon yang telah meninggal dunia atas nama Nazarudin Kiemas dialihkan
kepada Harun.
Menindaklanjuti surat dari DPP PDI Perjuangan tersebut, pada
tanggal 26 Agustus 2019, KPU mengirimkan surat yang pada pokoknya tidak dapat
memenuhi permohonan DPP PDI Perjuangan karena tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada 25 September 2019 bertempat di Hotel Shangrila Orchard
Singapura, Saeful pun menenui Riezky untuk menyampaikan bahwa dirinya
diperintah oleh Hasto untuk meminta agar Riezky mundur sebagai Caleg Terpilih
Dapil Sumsel I.
"Atas permintaan terdakwa tersebut, Riezky
menolaknya," ucap JPU.
Kemudian pada 27 September 2019 bertempat di Kantor DPP PDI
Perjuangan, JPU menyebutkan Hasto juga memanggil Riezky dan memintanya
mengundurkan diri sebagai Caleg Terpilih Dapil Sumsel I serta menyampaikan
bahwa surat undangan pelantikan Riezky ditahan oleh Hasto.
Kendati demikian, Riezky tetap menolak untuk mengundurkan
diri. Setelah pada 1 Oktober 2019 dilakukan pelantikan terhadap seluruh Calon
Anggota DPR Terpilih, termasuk Riezky, Hasto tetap berupaya untuk menjadikan
Harun Masiku. sebagai anggota DPR.
Selanjutnya pada 5 Desember 2019, Saeful menanyakan mantan
narapidana kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku, Agustiani Tio
Fridelina mengenai biaya operasional yang diperlukan Wahyu untuk meloloskan
pergantian Anggota DPR Dapil Sumsel I dari Riezky kepada Harun.
Kemudian, Agustiani menyampaikan pesan dari Saeful kepada
Wahyu bahwa telah disiapkan biaya operasional untuk Wahyu sebesar Rp750 juta,
namun Wahyu meminta biaya operasional sebesar Rp1 miliar.
"Saeful pun melaporkan permintaan Wahyu tersebut kepada
terdakwa dan terdakwa menyetujuinya," ungkap JPU.
Pada 17 Desember 2019, JPU menyampaikan bahwa Wahyu dan
Agustiani bertemu dengan Saeful di Mal Pejaten Village untuk membicatakan
permohonan bantuan. Setelah pembicaraan selesai, Saeful menyerahkan uang muka
operasional sebesar 19 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp200 juta kepada
Agustiani
Setelah itu, uang tersebut diserahkan kepada Wahyu dan
diambil sebesar 15 ribu dolar Singapura, sementara sisanya sebesar 4 ribu dolar
Singapura diserahkan kepada Agustiani.
Pada 26 Desember 2019 bertempat di Plaza Indonesia, Saeful,
melalui Ilham Yulianto, kembali menyerahkan uang sebesar 38.350 dolar Singapuea
atau setara Rp400 juta kepada Agustiani untuk dana operasional Wahyu. Namun
uang itu disimpan Agustiani terlebih dahulu atas perintah Wahyu.
Kemudian pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani
untuk meminta transfer uang dari Saeful sebesar Rp50 juta untuk mengganti biata
pertemuan Wahyu dengan Donny dan Saeful.
"Sebelum mengirimkan uang itu, Wahyu dan Agustiani
serta Saeful dan Donny diamankan petugas KPK berikut uang sejumlah 38.350 dolar
Singapura dari Agustiani," ucap JPU.
Sumber: Antaranews.com