Batamramah.com, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya
Sugiarto menegaskan bahwa Pemerintah masih mengkaji revisi Undang-Undang (UU)
tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam Focus
Group Discussion (FGD) tentang Revisi UU Pemilu yang digelar Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Jumat.
Dalam kesempatan tersebut, Wamendagri menyoroti berbagai isu
strategis dalam revisi UU Pemilu.
Bima Arya menekankan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto
telah meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan kajian
komprehensif guna memperbaiki sistem pemilu.
Menurut dia, sejumlah tantangan masih perlu diatasi seperti
tingginya biaya politik, efisiensi sistem, serta besarnya anggaran yang
dikeluarkan dalam setiap pemilu.
"Kalau kita mendengar di lapangan, baik dari pelaku
maupun pemilih, ya kita semua sepakat bahwa pemilu, baik pemilihan kepala
daerah maupun pemilu anggota legislatif, mahalnya luar biasa," kata Bima
dalam keterangannya di Jakarta.
Dikatakan pula bahwa revisi UU Pemilu diperlukan karena saat
ini terdapat dua regulasi berbeda, yakni UU Pemilu dan UU Pilkada. Padahal,
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa tidak boleh ada perbedaan
mendasar di antara keduanya.
Selain itu, menurut dia, masih terdapat sejumlah
ketidakselarasan dalam nomenklatur ataupun pasal dan ayat pada kedua UU
tersebut sehingga revisi menjadi langkah penting.
"Artinya memang ini adalah momen yang sangat tepat,
sangat tepat untuk melakukan revisi itu. Nah, saat ini Kemendagri membuka ruang
bapak/ibu. Saya latar belakangnya orang kampus, sangat terbiasa untuk
berdialog, berdebat, dan berdiskusi. Saya percaya bahwa ada proses dialektika
yang sangat menentukan output," ungkapnya.
Lebih lanjut Wamendagri mengatakan bahwa revisi UU Pemilu
tidak boleh hanya berfokus pada isu-isu spesifik seperti mekanisme pemilihan
langsung atau tidak langsung maupun kepentingan politik tertentu.
Namun, lanjut dia, diskusi suatu keharusan dalam kerangka
yang lebih luas guna menciptakan sistem politik yang lebih stabil dan efektif.
Wamendagri menegaskan bahwa revisi UU Pemilu harus tetap
berorientasi pada penguatan sistem presidensial, selaras dengan prinsip otonomi
daerah, serta berkontribusi pada peningkatan efektivitas sistem politik dan
kualitas representasi rakyat.
"Teman-teman penstudi ilmu politik, partai politik,
kepemiluan pasti sangat paham, tantangan terbesar sepanjang masa adalah
menyeimbangkan governability (kemampuan memerintah)
dengan representativeness (keterwakilan)," kata Bima.
Di satu sisi, menurut dia, keterwakilan demokrasi harus
tetap dijaga kualitasnya, tetapi di sisi lain jangan sampai governability ini
terhambat.
Bima juga menekankan pentingnya merancang sistem politik
yang dapat memperkuat persatuan bangsa. Dalam hal ini, partai politik, harus
mampu menjaga integrasi nasional, bukan malah memicu disintegrasi.
Ia menekankan kembali bahwa rencana revisi ini masih dalam
tahap kajian di Kemendagri. Sementara itu, DPR RI juga tengah menyusun draf
revisinya.
"Kami masih saling berkoordinasi untuk kemudian
membicarakan di DPR. Akan tetapi, proses diskursus itu harus berjalan,"
ujarnya.
Selain itu, Bima juga mengenang kunjungannya ke USU sekitar
20 tahun lalu saat masih aktif sebagai pengamat politik.
Pada kesempatan itu, dia mengapresiasi perkembangan Kota
Medan yang makin pesat, terutama dalam hal pelayanan publik.
"Jadi, sangat nyaman sekali, Medan ini makin lama makin
kayak Singapura. Jadi, mudah-mudahan pemimpin baru, wali kota baru, gubernur
baru bisa membawa Medan lebih maju lagi, lebih beradab lagi, lebih berkah bagi
semua," pungkas Bima.