Batamramah.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Siber
(Dittipidsiber) Bareskrim Polri kembali menangkap pelaku penyebar deepfake atau
video palsu yang dihasilkan menggunakan kecerdasan buatan atau artificial
intelligence (AI) tentang Presiden Prabowo Subianto.
“Pada 4 Februari 2025, penyidik Direktorat Tindak Pidana
Siber Bareskrim Polri berhasil mengamankan tersangka berinisial JS, 25 tahun,
yang bekerja sebagai buruh harian lepas di Kabupaten Pringsewu, Provinsi
Lampung,” kata Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri
Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri,
Jakarta, Jumat.
Himawan menjelaskan bahwa modus operandi tersangka adalah
mengunggah dan menyebarluaskan video di media sosial Instagram mengenai deepfake Presiden
Prabowo hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
“Hal ini dilakukan agar tampak seolah mereka menyampaikan
pernyataan bahwa pemerintah menawarkan bantuan kepada masyarakat yang
membutuhkan,” ujarnya.
Sementara itu, dia menjelaskan bahwa tersangka JS memperoleh
video yang dihasilkan AI tersebut dengan mencari konten menggunakan kata
kunci Prabowo Giveaway, dan mengunduh unggahan deepfake akun
medsos Instagram pengguna lain.
“Dan setelah mendapatkan video tersebut, tersangka
mengunggahnya ke akun Instagram @indoberbagi2025 yang dikelola oleh tersangka
dengan jumlah followers (pengikut, red.) kurang lebih 9.399,”
jelasnya.
Video tersebut, lanjut dia, telah dicantumkan nomor aplikasi
perpesanan instan WhatsApp milik tersangka yang dapat
dihubungi dengan harapan menarik perhatian masyarakat.
“Kemudian, korban diarahkan oleh tersangka agar mengisi
pendaftaran penerima bantuan. Setelah itu, korban diminta untuk mentransfer
sejumlah uang dengan alasan biaya administrasi,” ujarnya.
Berdasarkan barang bukti yang ditemukan sejak Desember, kata
Himawan, tersangka telah meraup keuntungan kurang lebih sebesar Rp65 juta dari
sekitar 100 orang korban.
“Korban berasal dari 20 provinsi dengan jumlah korban
terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Papua,” katanya.
Himawan menjelaskan tersangka JS dijerat Pasal 51 ayat (1)
jo. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12 miliar.
Tersangka juga dijerat Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun, dan denda
paling banyak Rp500 juta.