Batamramah.com, Batam - Tak dapat dipungkiri menjelang Pemilu 2024 yang tinggal empat bulan lagi banyak beredar kabar bohong (hoaks) terutama di media sosial. Tak hanya itu, ujaran kebencian juga berseliweran di jagat maya. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menangkalnya. Media diharapkan menjadi penangkal dengan menyampaikan berita yang akurat dan mengedukasi masyarakat.
Hal tersebut dibahas dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Polda Kepri bersama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri di Asialink Hotel by Prasanthy, Pelita, Batam, Rabu (11/10/2023) pagi.
Hadir sejumlah narasumber di FGD dengan tema "Optimalisasi informasi publik guna menciptakan situasi aman terbebas dari berita hoaks menjelang Pemilu Tahun 2024' tersebut di antaranya;
Kabidhumas Polda Kepri, Kombes. Pol. Zahwani Pandra Arsyad, Kasubdit 5 Ditreskrimsus Polda Kepri, AKBP Hendry Andar P. Sibarani, perwakilan Diskominfo Kepri, Vitrosia Indria, Ketua PWI Kepri, Candra Ibrahim, dan Richard Nainggolan bertindak sebagai moderator. Hadir sebagai peserta puluhan jurnalis yang tergabung dalam PWI Kepri.
FGD sendiri dibuka oleh Dirintelkam Polda Kepri, Kombes Pol Mochamad Rodjak Sulaeli yang diwakili Wadir Intelkam Polda Kepri, AKBP Pol Wawan Irawan. Dalam sambutannya yang dibacakan Wawan Irawan, dunia saat ini memasuki era baru di mana informasi menjadi salah satu arus utama. Kondisi ini pun, lambat laun membentuk pola masyarakat.
"Meningkatnya informasi, ternyata tidak selalu berefek positif bagi masyarakat. Salah satunya, adalah maraknya informasi bohong atau hoaks di dunia maya. Bukan hanya tertipu dengan kabar bohong, fenomena hoaks juga berimplikasi pada munculnya konflik horizontal," jelas Wawan.
Berita hoaks jelang pemilu sendiri tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lainnya di dunia. Sehingga apabila tak disikapi dengan baik maka bisa berdampak negatif bahkan bisa memecah belah persatuan bangsa. Sehingga diperlukan kesadaran bersama dalam menangkal kabar bohong ini beredar luas di masyarakat.
Sementara, Kabidhumas Polda Kepri, Kombes. Pol. Zahwani Pandra Arsyad, mengungkapkan dari data, jelang pemilu 90 persen kabar bohong yang beredar menyangkut sosial politik. Sehingga Polri sendiri telah melakukan langkah-langkah, mulai dari preemtif, preventif, dan represif atau melakukan tindakan hukum pada orang-orang yang diduga membuat dan menyebarkan kabar bohong tersebut.
Kabar bohong lanjutnya merupakan bagian dari potensi gangguan keamanan jelang Pemilu 2024 mendatang, selain dari politik uang, kampanye hitam.
"Yang lebih mengkhawatirkan adalah post truth, berita yang salah tapi dianggap sebagai kebenaran karena terus diulang-ulang, dengan penggiringan opini yang bermacam-macam," kata Pandra.
Polri lanjutnya terus berupaya memberikan edukasi pada masyarakat, generasi muda, termasuk pelajar, agar tidak termakan kabar bohong.
"Media sendiri tentu sangat kami harapkan menjadi agen dalam menangkal hoaks ini," harapnya.
Kasubdit 5 Ditreskrimsus Polda Kepri, AKBP Hendry Andar P. Sibarani menegaskan, pihaknya terus melakukan pemantauan kabar bohong tersebut. Bahkan telah melakukan tindakan hukum dengan menangkap pelaku.
"Kami terus lakukan patroli siber sebagai langkah-langkah menangkal beredarnya kabar bohong tersebut. Selain itu kami juga telah melakukan tindakan hukum bagi pelaku, contohnya kasus Rempang kemarin," ungkapnya.
Koordinator Opini Publik Diskominfo Kepri, Vitrosia Indria juga menyampaikan hal senada. Dia mengakui kabar bohong saat ini sangat banyak beredar di masyarakat.
Apalagi post truth ungkapnya sangat nyata.
"Kami di Diskominfo Kepri juga melakukan langkah-langkah seperti yang dilakukan Kepolisian. Setiap hari kita memantau berita dan informasi-informasi di masyarakat, yang kemudian kita laporkan ke pimpinan untuk diambil langkah-langkah selanjutnya," kata Vitrosia.
Sementara, Ketua PWI Kepri, Candra Ibrahim, media memang seharusnya menjadi sarana dalam menangkal kabar bohong tersebut. Pasalnya, media diatur oleh undang-undang dan kode etik. Sebuah berita yang diterbitkan pun harus memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditentukan, dari sumber yang kompeten dan bukan opini dari penulis.
"Berita tak ada hoaks kalau sudah memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditentukan. Media seharusnya menjadi clearing house, menyajikan informasi yang terverifikasi," tegasnya.
Meski lanjutnya saat ini tak sedikit media yang memberitakan kabar-kabar viral di media sosial tanpa melakukan pengayaan informasi.
"Ini yang namanya menggali kuburan sendiri," tegasnya lagi.