Bareskrim Mabes Polri Telusuri Transaksi Keuangan Pengadaan Gerobak Kemendag



BATAMRAMAH.COM, JAKARTA - Penyidik Bareskrim Mabes Polri terus menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan gerobak di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI).


Yang terbaru, penyidik Bareskrim Mabes Polri menganalisa transaksi keuangan dalam pengadaan gerobak di Kemendag untuk UMKM tahun anggaran 2018 dan 2019 itu.


Kasus ini bermula pada tahun 2018, dimana pihak Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menyiapkan anggaran sebesar Rp49 miliar untuk mengadakan 7.200 unit gerobak.


Harga per satu unit gerobak dipatok sekitar Rp7 juta.


Selanjutnya pada 2019, Kemendag RI menyiapkan anggaran proyek sekitar Rp26 miliar untuk pengadaan 3.570 unit gerobak dengan harga satuan sekitar Rp8.613.000.


Totalnya anggaran pengadaan gerobak dalam dua tahun untuk UMKM ini mencapai Rp76 miliar.


Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan penyidik masih memerlukan sejumlah bukti untuk penetapan tersangaka dalam kasus ini.


Sejauh ini sudah 46 saksi dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan gerobak di Kemendag.


Penyidik juga sedang mendalami transaksi keuangan dalam proyek pegadaan tersebut.


"Proses penyidikan masih berjalan dengan lakukan analisa transaksi keuangan dan asset recovery," ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/7/2022).


Kasus korupsi pengadaan gerobak untuk UMKM di Kemendag ini mencuat setelah adanya pengaduan sejumlah penerima manfaat yang tidak mendapatkan gerobak.


Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/A/0224/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 17 Mei 2022 dan LP/A/0225/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 19 Mei 2022.


Kemudian dalam laporan warga, melaporkan tidak mendapat gerobak. Sejatinya gerobak tersebut diberikan kepada pelaku UMKM secara gratis.


Dalam kasus ini Dittipidkor Bareskrim Polri belum menetapkan tersangka.


Namun sejumlah bukti permulaan adanya dugaan aliran uang, pengelembungan dana dan penerima fiktif sudah dikantongi penyidik.


Tidak menutup kemungkinan tersangka dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


KENA Bidik Lagi


Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) bukan kali pertama menjadi bidikan penyidik.


Sebelumnya penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana terkait kasus minyak goreng beserta sejumlah pihak swasta.

 

Bareskrim Mabes Polri pun kini membidik Kementerian yang dipimpin Muhammad Lutfi ini.


Mereka membidik oknum pejabat di Kemendag yang diduga turut menerima aliran dana dugaan kasus korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) oleh Kementerian Perdagangan pada periode 2018 hingga 2019.


Hal tersebut diungkapkan Dirtipidkor Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo.


Menurutnya, ada pejabat di tingkat Kementerian yang diduga kuat terlibat dalam dugaan korupsi proyek gerobak.


Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengungkapkan tengah menggelar penyidikan perkara dugaan kasus korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) oleh Kementerian Perdagangan pada periode 2018 hingga 2019. 


Diketahui, proses penyidikan itu berdasarkan laporan polisi dengan nomor LP/A/0224/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 17 Mei 2022. Lalu, LP/A/0225/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 19 Mei 2022.


Dirtipidkor Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo menyampaikan bahwa pengusutan kasus tersebut berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.


"Ada (indikasi terima uang). Di tingkat kementerian, ada pejabat di tingkat kementerian," kata Cahyono kepada wartawan, Rabu(8/6/2022).


Namun begitu, Cahyono masih enggan merinci terkait identitas pejabat Kemendag yang diduga menerima duit kasus korupsi proyek gerobak tersebut.


"Kita lihat dari tataran pelaksana dulu ya, tataran pelaksana kalau mungkin bisa ke atas kita ke atas," jelasnya.


Cahyono hanya menjelaskan bahwa pelaku diduga kuat melakukan penyaluran gerobak fiktif atau tidak didistribusikan kepada pelaku usaha.


Lalu, ada indikasi markup anggaran dalam kasus tersebut.


"Jadi nilainya digelembungkan dan fiktif. Penerima fiktif bahkan penerimanya gak sampai," ungkap dia.


Lebih lanjut, Cahyono mengaku pihaknya memang belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Namun, dia memastikan penetapan tersangka bakal dilakukan dalam waktu dekat.


"(Penetapan tersangka) dalam waktu dekat," pungkasnya. 



Cahyono menerangkan total kerugian negara di dalam kasus tersebut mencapai Rp76 miliar.


Hal itu berasal dari 10.700 pengadaan gerobak gratis kepada para pelaku usaha.


Rinciannya, pengadaan gerobak anggaran tahun 2018 sebesar Rp49 miliar dengan 7.200 gerobak dengan harga satuan gerobak mencapai Rp7 juta.


Lalu pada anggaran 2019, pemerintah telah mengalokasikan anggaran serupa untuk pengadaan 3.570 unit gerobak dengan harga satuannya sekitar Rp8,6 juta.


"Jadi totalnya ini sebanyak dua tahun anggaran sekitar Rp76 miliar," jelasnya.


Hingga saat ini, kata Cahyono, pihaknya telah meningkatkan status perkara tersebut menjadi penyidikan.


Kendati begitu, belum ada tersangka dalam kasus tersebut.


Menurutnya, ada indikasi penyaluran gerobak itu fiktif atau tidak didistribusikan kepada pelaku usaha.


Kemudian, terdapat penurunan kualitas gerobak atau tidak sesuai spesifikasi yang telah menyebabkan kerugian negara.


Di sisi lain, pihaknya juga telah melakukan penggeledahan dan penyitaan di sejumlah titik untuk mengumpulkan barang bukti.


Diduga kuat, terdapat pejabat di Kementerian mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut.


"Kami naikkan perkara itu, ada indikasi keluar itu ada aliran uang ke beberapa pihak. Nah kemudian kita setelah melakukan mendapatkan alat bukti yang lain dimana tentunya juga kita akan nilai berdasarkan kekuatan dan kecukupan kita langsung akan menetapkan para pihak sebagai tersangka," sebutnya.


Dalam kasus ini, polisi mendalami pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dimana kemungkinan akan terdapat kerugian keuangan negara akibat perilaku korupsi yang dilakukan pejabat negara.

Sumber: TRIBUNBATAM 

Lebih baru Lebih lama