BATAMRAMAH.COM - Khilafatul Muslimin mendirikan sistem pendidikan sendiri yang dinamakan Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyah. Kementerian Agama menegaskan 25 pondok pesantren Ukhuwwah Islamiyah ini tidak terdaftar, bahkan tidak sesuai dengan UU Pesantren.
"Kami menegaskan bahwasanya pesantren yang didirikan oleh Khilafatul Muslimin dengan nama Ukhuwah Islamiyah itu, itu hanya pihak ketiga mereka yang menggunakan terminologi pesantren," kata Kepala Bidang Pengembangan Teknologi dan Pembelajaran Ahli Muda Kemenag, Ahmad Rusdi, dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Kamis (16/6/2022).
Ahmad Rusdi mengatakan Ukhuwwah Islamiyyah tidak sesuai dengan UU Pesantren dan tidak memiliki perizinan.
"Karena tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, yakni UU Pesantren atau UU Nomor 18 Tahun 2019 dan juga PMA Nomor 30 Tahun 2020. Dengan demikian, Ukhuwah Islamiyah tidak memiliki izin terdaftar," imbuhnya.
Rusdi bahkan menegaskan pesantren tersebut tidak masuk kategori sebagai sebuah pesantren. Sebab, menurut dia, di sebuah pesantren tetap ada asas kebangsaan. Sedangkan ke-25 pesantren Khilafatul Muslimin tidak memiliki hal tersebut.
"Kami tandaskan bahwasanya Ukhuwah Islamiyah tidak masuk ke dalam kategori pondok pesantren. Bahwasanya pesantren itu, itu ada asas kebangsaan. Dan juga asas pendiriannya itu mempunyai komitmen terhadap islam rahmatan lil alamin dan berkomitmen terhadap NKRI Pancasila. Bahwasanya Khilafatul Muslimin itu tidak ada Pancasila," jelasnya.
Tak Terdaftar di Kemendikbudristek
Kepala Pemeriksa Ahli Utama ITJEN Kemendikbud, Chandra Irawan, menuturkan hal serupa. Chandra mengatakan, sekolah Khilafatul Muslimin tidak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Bahkan kata dia, Kemendikbudristek belum pernah mendengar penyelenggaraan sekolah tersebut.
"Selama ini kami di jajaran Kemensikbudristek belum pernah mendengar tentang penyelenggaraan sekolah ini. Baik terkait penyaluran dana BOS, terdaftar di Dapodik, maupun sekolah-sekolah yang telah dilakukan akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN)," kata dia.
Lebih lanjut, soal kewajiban baiat, baik kepada orang tua maupun siswa di bawah naungan Khilafatul Muslimin, Chandra menegaskan tidak ada proses seperti itu dalam penyelenggaraan pendidikan.
"Terkait pembiayaan pendidikan, kami juga mendengar bahwa lembaga ini dalam melakukan kegiatan pendidikan yaitu kepada wali murid orang tua murid atau peserta didik diwajibkan berbaiat kepada Khilafahtul Muslimin. Dalam penyelenggaraan pendidikan, tidak dikenal istilah berbaiat kepada siapa pun, ada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam penerimaan peserta didik baru," jelasnya.
Setelah diperiksa, Chandra menegaskan 25 pesantren tersebut tidak layak disebut sebagai sebuah sekolah. Sebab, tidak sesuai dengan UU Sisdiknas ataupun PP 17 Tahun 2010.
"Setelah melihat kondisi sekolah kami menyatakan bahwa ini sesungguhnya bukan yang namanya sekolah, satuan pendidikan. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas, maupun dalam PP 17 2010," kata dia.
Chandra mengatakan, sistem pendidikan sekolah Khilafatul Muslimin yang hanya ditempuh lebih singkat tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
"Di mana ormas ini menyelenggarakan SD dengan masa pendidikan selama 3 tahun, SMP 2 tahun, SMA 2 tahun dan setara pendidikan tinggi selama 2 tahun," kata dia.
"Jadi bisa dibandingkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan Ormas ini sama sekali tidak memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan PP 17 2010," imbuhnya.
Lebih lanjut, Chandra mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu hasil pendalaman dari pihak kepolisian terkait sekolah tersebut. Segera setelah ada hasil, pihaknya akan mengeluarkan data dan peraturan.
"Jadi sampai saat ini kami masih harapkan dan menunggu hasil penyelidikan dari Polda Metro Jaya terkait identitas satuan pendidikan ini. Kami akan siapkan data dan peraturan apabila kami sudah mendapatkan data dan informasi yang lengkap," pungkasnya.(syt)
sumber:detikcom