Batamramah.com, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyoroti penanganan pandemi COVID-19 baik mengenai vaksinasi maupun kebijakan PPKM. Menurutnya, diperlukan hubungan sinergitas yang kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Yang perlu jadi catatan kita harus punya target yang jelas dan terukur. Kapan vaksinasi nasional tuntas dikerjakan dan tuntas menyentuh semua daerah. Terutama di luar pulau Jawa, khususnya di wilayah dengan karakteristik daerah kepulauan. Pemerintah pusat harus memastikan ketersedian dan distribusi vaksin yang baik ke daerah," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (12/9/2021).
Adapun dalam kebijakan PPKM, ia meminta pemerintah pusat harus satu bahasa dengan pemerintah daerah. Sehingga, kata dia, pemda sebagai pelaksana lapangan tidak kebingungan.
"Dalam teori krisis manajemen, harus ada satu panglima yang memberi komando, dan harus ditaati. Sekaligus, pemberi komando diberi akses yang luas, tetapi harus siap bertanggung jawab bila tidak berhasil," ungkap dia.
Tak kalah penting, kata dia, dalam penanganan krisis, semua pihak harus meninggalkan interes pribadi, yakni dengan mengutamakan kepentingan nasional.
"Di tengah dominasi impor produk terkait kesehatan, beberapa anak bangsa mencoba memproduksi sejumlah alat pendukung medis di tengah pandemi. Kita punya produk ventilator dalam negeri, alat test GeNose, sampai vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara. Namun kenapa produk-produk tersebut belum mendapat kepercayaan dari kita sendiri? Ini harus menjadi catatan kita bersama," tegasnya.
Dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke-4 Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) yang digelar hari ini, ia juga menyoroti mengenai kebijakan perekonomian nasional di Pasal 33 UUD 1945 hasil amendemen yang dilakukan sejak 1999 hingga 2002 silam.
Ia mengungkapkan, sejak amendemen konstitusi, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara telah diserahkan kepada pasar.
"Makanya, dalam skala yang lebih fundamental, DPD mendorong amendemen konstitusi dengan kerangka berpikir sebagai negarawan, bukan politisi. Artinya amendemen konstitusi harus menjadi momentum perbaikan arah perjalanan bangsa dan negara ini. Sebab sebagai negara besar dan tangguh, kita mutlak harus memiliki industri-industri di sektor strategis, terutama untuk mewujudkan kedaulatan kita sebagai bangsa," kata LaNyalla dalam keterangan tertulis, Minggu (12/9/2021).
Menurutnya, perekonomian nasional saat ini sangat lemah. Ia memaparkan, banyak pabrik menurunkan volume produksi akibat lesunya pasar atau bahkan berhenti beroperasi.
"PLN mengalami kelebihan pasokan listrik dari sejumlah pembangkit karena tidak terserap ke konsumen. Ini bukti bahwa industri atau sektor manufaktur sebagai penyerap listrik dalam jumlah besar berhenti produksi atau mengurangi volume produksi," jelasnya.
Di sisi lain, ia menyebutkan, berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), angka Non Performing Loan (NPL) perbankan mengalami peningkatan, rata-rata di atas 3 persen. Hal ini, kata dia, karena peningkatan angka pertumbuhan ekonomi banyak ditopang sektor konsumsi masyarakat, pergudangan, dan penjualan otomotif akibat adanya relaksasi bea masuk.
"Memang menunjukkan aktivitas peningkatan perdagangan. Namun belum tentu berbanding lurus dengan aktivitas industri atau sektor manufaktur dalam negeri. Karena peningkatan aktivitas pergudangan lebih banyak disumbang oleh aktivitas impor dan ekspor barang hasil bumi dan tambang," tutur Senator asal Jawa Timur itu.
"Pertumbuhan ekonomi yang kokoh harus dilihat dari indikator Purchasing Managers Index di sektor Manufaktur. Dari situ akan menunjukkan dengan jelas, apakah mesin ekonomi berjalan. Sebab bila industri dan manufaktur berjalan, berarti supply chain juga berjalan, kredit bank bergulir dengan baik, dan buruh pabrik terus bekerja, dan tentu, barang yang diproduksi terserap oleh pasar," kata dia.
(dekk)
sumber: detik.com