Batamramah.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga. Aturan itu dinilai membuat Jokowi menjadi penanggungjawab semua kebijakan.
"Prinsip penyelenggaraan pemerintah ada di presiden. Kalau ketentuan pasal 4 UUD 1945," kata Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riewanto, kepada wartawan, Rabu (25/8/2021) malam.
Berikut pasal 4 UUD 1945 yang dimaksud Agus:
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Menurut Agus, Jokowi memiliki masalah dalam pelaksanaan kebijakan oleh menteri-menterinya. Pembantu presiden dinilai beberapa kali mengeluarkan aturan yang tidak sejalan dengan arahan Jokowi.
"Memang dalam realita empiris dilihat. Peraturan perundang-undangan terbanyak, hingga tidak sinkron satu dengan lain, itu paling banyak peraturan menteri. Itu paling tinggi jumlahnya, penyebab obesitas dan inkonsistensi antarsatu menteri dengan menteri lain," katanya.
"Supaya presiden tahu perundang-undangan, karena yang bertanggungjawab di pemerintahan itu kan presiden," sambungnya.
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana menilai Perpres itu menjadi peringatan kepada para menteri Jokowi agar tidak salah membuat aturan. Dia mengatakan Jokowi ingin menegaskan kalau dirinya merupakan orang terakhir yang menyetujui atau tidak menyetujui suatu aturan dalam melaksanakan kebijakan.
"Presiden ingin tekankan kepada menterinya, jangan main-main, 'Saya yang teken akhirnya, saya yang tanda tangani Perpresnya, saya tanda tangani UU'. Tanggung jawab ada di presiden di bagian akhir," katanya.
Dia mengatakan hal ini juga membuat Jokowi lebih mudah menilai kinerja menteri. Menurutnya, Jokowi bakal punya alasan kuat untuk mengganti menteri jika sering membuat aturan yang tak sesuai dengan arahannya.
"Jadi kalau ada something wrong, presiden bisa tunjuk, 'menteri ini salah'. Ada argumen dan legistimasi untuk memecat menteri kalau salah," ucapnya.
Dia menilai sebenarnya Jokowi tak harus mengetahui semua aturan perundang-undangan. Menurutnya, Jokowi memutuskan untuk tahu semua aturan gara-gara bawahannya sering salah menerjemahkan perintahnya.
"Itu problem banyak, seorang presiden tidak perlu sampai detail. Pak Jokowi tidak perlu tahu semua aturan. Yang perlu itu bawahannya menerjemahkan arahan beliau. Kemudian, sebuah kebijakan ketika diputuskan, itu bertabrakan tidak dengan aturan lain," ujarnya.
Penjelasan Istana soal Permen Wajib Persetujuan Presiden
Istana telah menjelaskan maksud dari munculnya Perpres Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga tersebut. Perpres itu diharapkan dapat menghasilkan peraturan menteri/kepala lembaga yang harmonis.
Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung saat acara Sosialisasi Perpres 68/2021 kepada kementerian/lembaga (K/L), seperti dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8). Pramono awalnya menjelaskan ada tiga kriteria rancangan peraturan menteri yang harus memperoleh persetujuan Presiden. Pertama, rancangan permen itu berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
"Bapak Presiden berkali-kali di dalam sidang kabinet paripurna, di dalam rapat terbatas, beliau meminta kepada seluruh kementerian/lembaga agar hal-hal yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat apabila dibuat peraturan menteri atau pun juga peraturan kepala lembaga, maka harus mendapatkan persetujuan dari Bapak Presiden," ujar Pramono.
Poin kedua adalah bersifat strategis. Artinya, rancangan Permen itu berpengaruh pada program prioritas Presiden, target pemerintah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), pertahanan dan keamanan, serta keuangan negara.
Poin selanjutnya adalah lintas sektor atau lintas kementerian/lembaga. Pramono ingin napas dari kebijakan tiap kementerian sama.
Pramono menjelaskan arahan dan keputusan dalam sidang kabinet dan rapat terbatas yang tertuang dalam risalah sidang/rapat harus menjadi acuan dalam penyusunan peraturan menteri dan peraturan kepala lembaga. Pramono pun mengakui hal itu masih belum sepenuhnya diterapkan pada periode pertama Jokowi.
"Seperti kita ketahui bersama pada periode pertama, seringkali apa yang menjadi arahan, keputusan, kebijakan, putusan dalam rapat terbatas, ternyata diterjemahkan berbeda oleh beberapa kementerian dan lembaga. Sehingga, terjadi hal-hal yang kemudian oleh Bapak Presiden dianggap bahwa ini perlu untuk dilakukan penertiban," ujar Pramono.
(dekk)
sumber: detik.com